Sebuah hadits meriwayatkan seorang sahabat yang bertanya, ihwal kepada
siapa kita harus berbakti. Nabi SAW menjawab, “Ibumu…”. Sahabat
bertanya lagi, “Setelah itu, berbakti kepada siapa lagi ya Nabi?”, dan
Nabi SAW kembali menjawab, “Ibumu…”, begitu sampai tiga kali, baru yang
keempat Nabi menjawab, “Bapakmu…”.
Bung Karno Sang Proklamator, paham betul itu. Ibunda, Ida Ayu Nyoman
Rai menempati tahta tertinggi di hatinya. Dalam banyak kesempatan, baik
sehabis kembali dari pembuangan, atau dari tugas apa pun, orang pertama
yang ia jumpai adalah ibunda. Ia bersimpuh dan “sungkem”, menghaturkan
bakti kepada sang ibu, serta memohon doa restu. Itu “ritual” yang tidak
pernah ditinggalkan Bung Karno, selama ibundanya masih hidup.
Tidak hanya itu. Dengan ibunda, Bung Karno bisa “curhat” apa saja,
mulai dari soal pergerakan, tanah air, sampai ke soal-soal percintaan
(baca: perempuan). Tidak ada satu orang pun di atas bumi, yang
mengetahui rahasia Bung Karno selengkap Idayu. Terkadang, hanya dengan
tatapan lembut ibu, cukup bagi jiwa Sukarno yang bergolak-golak. Ada
kalanya, usapan lembut telapak tangan ibu, mampu meluluhkan jiwa gundah
Sukarno.
Sumber : Roso Daras (Dengan perubahan seperlunya)
Posting Komentar