Salah satu organ tubuh yang menakjubkan dan masih banyak misterinya
adalah otak manusia. Otak dengan berat 1 persen dari berat badan manusia
berfungsi sangat kompleks dan istimewa, di antaranya adalah fungsi
berpikir dan berperilaku, fungsi yang membedakan manusia dengan hewan.
Psikolog dunia peraih Nobel tahun 1981, Roger W Sperry, memetakan
otak berdasarkan fungsinya menjadi otak kanan dan kiri. Otak kanan lebih
banyak berfungsi untuk intuisi, menggambar, emosi, kreativitas,
mengenali warna, dan fokus pada hal global.
Otak kiri lebih berfungsi untuk berbahasa, logika, berpikir kritis,
penalaran dan menghitung, dan fokus pada satu titik. Singkatnya seorang
yang dominan otak kiri akan menjadi ilmuwan, otak kanan cenderung
menjadi seniman.
Teori ini beberapa tahun terakhir dibantah oleh para ahli neurosains
karena kedua belahan otak kanan dan kiri adalah satu kesatuan yang tidak
bisa dipisahkan dan dibandingkan. Namun, pada kenyataannya, masih
banyak yang mempercayainya, dengan banyaknya pelatihan atau buku-buku
yang berisi upaya mengaktifkan otak kanan agar seseorang bisa sukses.
Menarik mengaplikasikan teori ini ke presiden Indonesia. Presiden
pertama RI, Soekarno sangat istimewa, dia bisa menggunakan otak kiri dan
kanan dengan sangat sempurna.
Hal ini bisa kita lihat pada gagasan besar tentang falsafah dasar
negara dan ide brilian tentang berbangsa dan bernegara yang merupakan
hasil kerja otak kiri.
Namun, sejarah juga menunjukkan betapa besar peran Presiden Soekarno
terhadap karya seni, kemanusiaan, dan intuisi tajam, serta kreativitasnya
yang menakjubkan.
Presiden kedua Soeharto lebih banyak menggunakan otak kiri. Saat
memerintah selama 32 tahun, ia lebih mengedepankan pendekatan logis dan
penalaran dibandingkan pendekatan intuisi dan kreativitas. Beberapa
pelanggaran kemanusiaan dan kasus korupsi di masa pemerintahannya juga
membuktikan bahwa otak kanannya tidak begitu dominan.
Presiden ketiga BJ Habibie jelas lebih banyak menggunakan otak kiri
sebagai seorang yang berlatar belakang ilmuwan dan teknokrat yang memang
terlatih otak kirinya.
Maka, pencapaiannya selama menjabat presiden juga lebih dominan ke
arah ilmu pengetahuan dan teknologi (terutama pesawat terbang),
sedangkan intuisi dan seni tidak begitu menonjol.
Presiden keempat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) jelas dominan menggunakan
otak kanannya. Beberapa keputusan dan ucapannya sulit diterima oleh
nalar, belum lagi sifat kesehariannya yang humanis, melindungi minoritas
dan intuitif serta kemampuannya memprediksi kejadian masa depan.
Presiden kelima Megawati Sukarnoputri juga lebih cenderung menggunakan
otak kanan dibandingkan otak kiri. Namun, tidak seperti bapaknya,
Megawati lebih cenderung menunjukkan ekspresi dan emosi dibandingkan ide
yang berlian dan kreatif. Sebagai wanita presiden, Megawati sering
menutup diri dan kurang komunikasi dengan masyarakat termasuk bila ada
hal yang menyinggung perasaannya.
Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, menurut penulis, lebih banyak
menggunakan otak kiri. Dia sangat detail dan membutuhkan penalaran yang
cermat sebelum memutuskan sesuatu, hal kemudian tampak sebagai sifat
ragu-ragu dan lambat dalam mengambil keputusan penting. Ini berbeda
dengan Habibie yang juga dominan otak kiri, tetapi lebih cepat dan
tanggap dalam merespons setiap permasalahan penting. SBY sangat
hati-hati dan lambat, suatu kekurangan yang sekaligus menjadi
kelebihannya.
Presiden terpilih 2014, Joko Widodo, lebih banyak menggunakan otak
kanan dibanding otak kiri. Ini tampak dari kegemarannya blusukan untuk
memahami masalah masyarakat dan membangun komunikasi langsung dengan
masyarakat.
Bersentuhan langsung dengan rakyat menggugah emosi dan intuisi Jokowi
untuk menyelesaikan masalah secara cepat dan langsung. Namun, ada hal
yang belum tampak dari peran otak kanan yaitu munculnya ide besar dan
kreativitas tentang berbangsa dan bernegara.
Penampilan Jokowi yang sederhana dan memikat banyak orang belum
ditunjang ”ide besar dan kreativitas tinggi” yang menunjukkan
kesempurnaan otak kanan seorang presiden terpilih.
Beruntung Jokowi punya wakil presiden terpilih Jusuf Kalla yang
kemampuan otak kanan dan kirinya berimbang sehingga bisa menutupi
kekurangannya.
Kita membutuhkan Presiden dan Wakil Presiden yang mampu mengoptimalkan
otak kanan dan kiri secara bersamaan dan bersinergi untuk memecahkan
persoalan bangsa yang kompleks dan rumit ini, serumit misteri susunan
otak manusia yang belum banyak terpecahkan.
*Dikutip dari berbagai sumber dengan perubahan seperlunya